Jumat, Juli 31, 2009

Bom Bunuh Diri, Jihadkah ?

Kaum muslimin –semoga Allah menjaga aqidah kita dari kesalahpahaman- sesungguhnya menunaikan jihad dalam pengertian dan penerapan yang benar termasuk ibadah yang mulia. Sebab Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad melawan musuh-musuh-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, dan bersikaplah keras kepada mereka…” (QS. At-Taubah: 9). Karena jihad adalah ibadah, maka untuk melaksanakannya pun harus terpenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas dan (2) sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah fenomena pengeboman yang dilakukan oleh sebagian pemuda Islam di tempat maksiat yang dikunjungi oleh turis asing yang notabene orang-orang kafir. Benarkah tindakan bom bunuh diri di tempat semacam itu termasuk dalam kategori jihad dan orang yang mati karena aksi tersebut -baik pada saat hari-H maupun karena tertangkap aparat dan dijatuhi hukuman mati- boleh disebut orang yang mati syahid?

Bom Bunuh Diri Bukan Jihad

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja akan tetapi (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5). Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan (baca: pelanggaran syari’at). Apalagi dengan aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslimin tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’: 33)

Membunuh Muslim Dengan Sengaja dan Tidak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga alasan: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2] seorang lelaki
beristri yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad).” (HR. Bukhari Muslim)

Beliau juga bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa alasan yang benar.” (HR. Al-Mundziri, lihat Sahih At-Targhib wa At-Tarhib). Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar.

Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92). Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri, maka ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad.

Membunuh Orang Kafir Tanpa Hak

Membunuh orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’man (orang-orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslim), adalah perbuatan yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan pemerintah
kaum muslimin) maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal sesungguhnya baunya surga bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (HR. Bukhari).

Adapun membunuh orang kafir mu’ahad karena tidak sengaja maka Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat dan kaffarah sebagaimana disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang menjadi musuh kalian (kafir harbi) dan dia adalah orang yang beriman maka kaffarahnya adalah memerdekakan budak yang beriman, adapun apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang memiliki ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka (kafir mu’ahad) maka dia harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan budak yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut supaya taubatnya diterima oleh Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

Bolehkah Mengatakan Si Fulan Syahid?

Di dalam kitab Sahihnya yang merupakan kitab paling sahih sesudah Al-Qur’an, Bukhari rahimahullah menulis bab berjudul “Bab. Tidak boleh mengatakan si fulan Syahid” berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang benar-benar berjihad di jalan-Nya, dan Allah yang lebih mengetahui siapakah orang yang terluka di jalan-Nya.” (Sahih Bukhari, cet. Dar Ibnu Hazm, hal. 520)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan (Fath Al-Bari, jilid 6 hal. 90. cet. Dar Al-Ma’rifah Beirut. Asy-Syamilah), “Perkataan beliau ‘Tidak boleh mengatakan si fulan syahid’, maksudnya tidak boleh memastikan perkara itu kecuali didasari dengan wahyu…”

Al-’Aini rahimahullah juga mengatakan, “Maksudnya tidak boleh memastikan hal itu (si fulan syahid, pent) kecuali ada dalil wahyu yang menegaskannya.” (Umdat Al-Qari, jilid 14 hal. 180. Asy-Syamilah)

Nah, sebenarnya perkara ini sudah jelas. Yaitu apabila ada seorang mujahid yang berjihad dengan jihad yang syar’i kemudian dia mati dalam peperangan maka tidak boleh dipastikan bahwa dia mati syahid, kecuali terhadap orang-orang tertentu yang secara tegas disebutkan oleh dalil!

Maka keterangan Bukhari, Ibnu Hajar, dan Al-’Aini -rahimahumullah- di atas dapat kita bandingkan dengan komentar Abu Bakar Ba’asyir -semoga Allah menunjukinya- terhadap para pelaku bom Bali, “… Amrozi dan kawan-kawan ini memperjuangkan keyakinan di jalan Allah karena itu saya yakin dia termasuk mati
sahid,” tegasnya dalam orasi di Pondok Pesantren Al Islam, Sabtu (8/11/2008).” (sebagaimana dikutip Okezone.com.news)

Kalau orang yang benar-benar berjihad dengan jihad yang syar’i saja tidak boleh dipastikan sebagai syahid -selama tidak ada dalil khusus yang menegaskannya- lalu bagaimanakah lagi terhadap orang yang melakukan tindak perusakan di muka bumi tanpa hak dengan mengatasnamakan jihad -semoga Allah mengampuni dosa mereka yang sudah meninggal dan menyadarkan pendukungnya yang masih hidup-… Ambillah pelajaran, wahai saudaraku…

Sebagai penutup, kami mengingatkan kepada para pemuda untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri mereka dari tindakan-tindakan yang akan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka takutlah kalian terhadap neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. Al-Baqarah: 24). Sadarlah wahai saudara-saudaraku dari kelalaian kalian, janganlah kalian menjadi tunggangan syaitan untuk menebarkan kerusakan di atas muka bumi ini. Kami berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla agar memahamkan kaum muslimin tentang agama mereka, dan menjaga mereka dari fitnah menyesatkan yang tampak ataupun yang tersembunyi. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya Muhammad, para pengikutnya, dan segenap para sahabatnya.

Diringkas oleh Ari Wahyudi dari penjelasan Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafizhahullah dalam kitab beliau Bi ayyi ‘aqlin wa diinin yakuunu tafjir wa tadmir jihaadan?! Waihakum, … Afiiquu yaa syabaab!! (artinya: Menurut akal dan agama siapa; tindakan pengeboman dan penghancuran dinilai sebagai jihad?! Sungguh celaka kalian… Sadarlah hai para pemuda!!) Islamspirit.com. Dengan tambahan keterangan dari sumber lain.

***

Penyusun: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Selasa, Juli 21, 2009

Assalamu Allaikum Wr. Wb.

NABI MUHAMMAD SHALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM BERSABDA :
“LIMA PERKARA YANG WAJIB BAGI SEORANG MUSLIM KE ATAS SAUDARANYA YAITU MENJAWAB SALAM, MENDOAKAN ORANG BERSIN, MEMENUHI UNDANGAN, MENJENGUK ORANG SAKIT DAN MENGANTAR JENAZAH” (HR. MUSLIM).


DOSAKAH BILA AKU MEMBUJANG DAN MELAJANG..? membujang dan melajang membuat hidup tidak nyaman, tidak pasti, rentan dengan fitnah, setiap malam hari waktu habis bukan untuk bertahajjud tetapi untuk melakukan hal – hal yang tidak bermanfaat (DOSA); namun banyak pemuda dan pemudi yang menunda pernikahan, mengapa..? apakah menganggap pernikahan merupakan hal yang sangat mengerikan, pernikahan menjadi pengekang kebebasan dan menjadi langkah di batasi serta terlalu berfikir jauh tentang dampak – dampak yang belum terjadi setelah menikah maka jalan kebebasanlah di Jadikan pilihan

Dari Anas Bin Malik ; yang bercerita bahwa ada tiga orang atau lebih datang kerumah – rumah istri nabi menayakan perihal ibadah beliau, maka mereka berkata :
Salah seorang diantara mereka berkata :
“Aku akan senantiasa melakukan sholat malam satu malam penuh dan tidak tidur”
Yang lain berkata ;
“Aku akan senantiasa berpuasa sepanjang waktu dan tidak berbuka”
Yang lain berkata ;
“Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya”
Mendengar perkataan mereka maka rasulullah mendatangi mereka dan bersabda :
“kalian telah berbicara begini dan begini , ketahuilah demi Allah Azza Wajalla; sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada Allah Azza Wajalla di antara kalian tetapi Aku berpuasa dan aku berbuka, Aku sholat dan aku tidur, dan aku menikahi wanita barang siapa membenci sunnahku maka bukan termasuk golonganku.”

Oleh karena itu kami ingin mengajak Akhi dan Ukhti untuk mengikuti madjelis ilmu formib untuk membahas masalah “ Keutamaan Menikah Muda” dan menuju keluarga sakinah, mawadah dan warahmah.

H a r I : SELASA
Tanggal : 21 Juli 2009
J a m : Ba'da Maghrib – Sholat Isya (Selesai)
Tempat: Sekertariat FORMIB (Rumah Ukhti Ricca)
Materi: "KEUTAMAAN MENIKAH MUDA & MENUJU KELUARGA SAKINAH "
Pemateri: Al – Ustdz. Abu Yaman, Lc (Alumni Universitas YAMAN)

NABI MUHAMMAD SHALALLAHU 'ALAIHI WASALLAM BERSABDA :
“APABILA KAMU MELEWATI TAMAN – TAMAN SURGA, MINUMLAH HINGGA PUAS. PARA SAHABAT BERTANYA, “YA RASULULLAH, APA YANG DI MAKSUD TAMAN – TAMAN SURGA ITU?' NABI SAW MENJAWAB,” MADJELIS – MADJELIS ILMU ISLAM.” (HR.AT-THABRANI)


“TIDAK ADA YANG KAMI HARAPKAN SELAIN KEHADIRAN SAUDARA – SAUDARA KAMI”
(SEGENAP ANGGOTA FORMIB)

Senin, Juli 06, 2009

Formib Peduli

Assalamu Allaikum Wr. Wb.

Untuk kedua kalinya dalam kurun waktu sebulan Musibah kembali terjadi didaerah yang sama Yakni daerah Kampung Baru Ujung, sesuai dengan misi Formib untuk membantu saudara - saudara kami yang tertimpa musibah pada Hari Sabtu Tanggal 4 Juli 2009, kami Atas nama Formib kembali menggalang dana dari anggota Formib maupun Hamba Allah untuk memberikan bantuan kepada korban kebakaran Di daerah kampung Baru Ujung, dana yang terkumpul sebesar Rp. 930.000 dan dana tersebut dibelanjakan untuk kebutuhan korban kebakaran berupa Sembako dan baju - baju bekas.